A.
Hakikat Metode Pendidikan Islam
1.
Pengertian Metode
Sebelum membahas arti metode
sedikit penulis singgung mengenai arti hakikat yang menjadi topik makalah ini. Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia “hakikat” berarti “intisari atau dasar” dan
“kenyataan yang sesungguhnya”. Dalam filsafat, hakikat diartikan sebagai inti
dari sesuatu, yang meskipun sifat-sifat yang melekat padanya dapat
berubah-ubah, namun inti tersebut tetap lestari.
Sedangkan Metode secara literal
berasal dari bahasa Greek (Yunani) yang terdiri dari dua kosa kata, yaitu “meta” atau “metha” yang berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Sedangkan pengertian
menurut istilah metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun
tercapai secara optimal.
Dalam Bahasa Arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang
berarti langkah-langkah strategis yang harus dipersiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan[1]. Sedangkan dalam bahasa Inggris metode
disebut method yang berarti “a way of doing something, especially a
systematic way; implies an orderly logical arrangement (usually in steps)[2]”
yaitu cara melakukan sesuatu dengan sistematis yang terdiri dari urutan
langkah-langkah yang logis.
Mohammad Athiyah al-Abrasy
mendefinisikan metode sebagai jalan yang kita ikuti memberi paham kepada
murid-murid dalam segala mata pelajaran. Metode adalah rencana yang kita buat
untuk diri kita sebelum kita memasuki kelas, dan kita terapkan selama kita
mengajar dalam kelas tersebut. Kemudian Prof. Abd al-Rahim Ghunaimah menyebut
metode sebagai cara-cara yang diikuti oleh guru untuk menyampaikan sesuatu
kepada anak didik. Adapun Adgar Bruce Wesley mendefinisikan metode sebagai
kegiatan yang terarah bagi guru yang menyebabkan terjadinya proses belajar
mengajar, hingga pengajaran menjadi berkesan[3].
Dalam pandangan filosofis
pendidikan, metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan
pendidikan. Alat itu mempunyai sifat ganda, yaitu bersifat polipragmatis
dan monopragmatis. Polipragmatis, bilamana metode itu mengandung
kegunaan yang serba ganda (multi-purpose). Misalnya, suatu metode
tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat dipergunakan untuk
merusak, dan pada situasi dan kondisi yang lain dapat dipergunakan untuk
memperbaiki dan membangun. Contohnya, video recorder dapat digunakan untuk
merekam semua jenis film, baik pornografis maupun yang moralis, yang hal itu bila
dipergunakan sebagai media pembelajaran, maka sasarannya dapat merusak
disamping dapat memperbaiki atau membangun.
Sedangkan monopragmatis adalah alat yang
hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan. Misalnya,
laboratorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk eksperimen-eksperimen
bidang ilmu alam, tidak dapat dipergunakan untuk eksperimen bidang ilmu lain.[4]
2.
Pengertian Pendidikan Islam
Ahmad Tafsir mendefinisikan
Pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan oleh seseorang, agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[5]
Menurut Al-Syaibaniy pendidikan Islam
adalah proses mengubah tingkah laku individu peserta didik pada kehidupan
pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara
pendidikan dan pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara
sekian banyak profesi asasi dalam masyarakat.
Dari pemaparan diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem yang memungkinkan peserta
didik dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan ideologi Islam. Melalui
pendekatan ini, ia akan dapat dengan mudah membentuk kehidupan dirinya sesuai
dengan nilai-nilai ajaran Islam yang diyakininya.
3.
Hakikat Metode Pendidikan Islam
al-Syaibaniy mengemukakan bahwa
metode pendidikan Islam adalah segala segi kegiatan yang terarah yang
dikerjakan oleh guru dalam rangka kemestian-kemestian mata pelajaran yang
diajarkannya, ciri-ciri perkembangan peserta didiknya dan suasana alam
sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk mencapai proses belajar
yang diinginkan dan perubahan yang dikehendaki pada tingkah laku mereka.[6]
Ahmad Tafsir secara umum membatasi
bahwa metode pendidikan adalah semua cara yang digunakan dalam upaya mendidik.
Kemudian Abdul Munir Mulkan, mengemukakan bahwa metode Pendidikan adalah suatu
cara yang dipergunakan untuk menyampaikan atau mentransformasikan isi atau
bahan pendidikan kepada anak didik.
Selanjutnya
jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam, dapat membawa arti
sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga
dapat terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu pribadi Islami atau karakter islami. Selain itu metode pendidikan Islam dapat
diartikan sebagai cara untuk memahami, manggali dan mengembangkan ajaran Islam,
sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
B.
Landasan dan Karakteristik Metode Pendidikan Islam
1. Landasan Metode Pendidikan
Islam
Dalam penerapannya, metode pendidikan
Islam menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta didik dan pendidik
itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan metode seorang pendidik harus
memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab metode
pendidikan merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan, sehingga
segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah mengacu pada
dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dasar metode pendidikan Islam itu
diantaranya adalah dasar agamis, biologis, psikologis, dan sosiologis.
a. Dasar Agamis.
Maksudnya
bahwa metode yang digunakan dalam pendidikan Islam haruslah berdasarkan pada
Agama. Sementara Agama Islam merujuk pada Al Qur’an dan Hadits. Untuk itu,
dalam pelaksanannya berbagai metode yang digunakan oleh pendidik hendaknya
disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara efektif dan efesien yang
dilandasi nilai-nilai Al Qur’an dan Hadits.
b.
Dasar Biologis.
Perkembangan
biologis manusia mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Semakin
dinamis perkembangan biologis seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat
pula daya intelektualnya. Untuk itu dalam menggunakan metode pendidikan Islam
seorang guru harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.
c.
Dasar Psikologis.
Perkembangan
dan kondisi psikologis peserta didik akan memberikan pengaruh yang sangat besar
terhadap penerimaan nilai pendidikan dan pengetahuan yang dilaksanakan, dalam
kondisi yang labil pemberian ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan
berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Oleh Karenanya Metode pendidikan
Islam baru dapat diterapkan secara efektif bila didasarkan pada perkembangan
dan kondisi psikologis peserta didiknya. Untuk itu seorang pendidik dituntut
untuk mengembangkan potensi psikologis yang tumbuh pada peserta didik.
d.
Dasar sosiologis.
Saat
pembelanjaran berlangsung ada interaksi antara peserta didik dengan peserta
didik yang lain dan ada interaksi antara pendidik dengan peserta didik, atas
dasar hal ini maka pengguna metode dalam pendidikan Islam harus memperhatikan
landasan atau dasar ini. Jangan sampai ada metode yang digunakan tapi tidak
sesuai dengan kondisi sosiologis peserta didik, jika hal ini terjadi bukan
mustahil tujuan pendidikan akan sulit untuk dicapai.
Keempat dasar di atas merupakan satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus diperhatikan oleh para pengguna
metode pendidikan Islam agar dalam mencapai tujuan tidak mengunakan metode yang
tidak tepat dan tidak cocok kondisi agamis, kondisi biologis, kondisi
psikologis, dan kondisi sosiologis peserta didik.
2. Karakteristik Metode Pendidikan
Islam
Diantara
karakteristik metode pendidikan Islam:
a.
Keseluruhan proses penerapan
metode pendidikan Islam, mulai dari pembentukannya, penggunaannya sampai pada
pengembangannya tetap didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam sebagai ajaran
yang universal.
b.
Proses pembentukan, penerapan dan
pengembangannya tetap tidak dapat dipisahkan dengan konsep al-akhlak
al-karimah (excellent driven) sebagai tujuan tertinggi dari
pendidikan Islam.
c.
Metode pendidikan Islam bersifat
luwes dan fleksibel dalam artian senantiasa membuka diri dan dapat menerima
perubahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang melingkupi proses pendidikan
Islam tersebut, baik dari segi peserta didik, pendidik, materi pelajaran dan yang
lainnya.
d.
Metode pendidikan Islam berusaha
untuk menyeimbangkan antara teori dan praktik.
e.
Metode pendidikan Islam dalam
penerapannya menekankan kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil
prakarsa dalam batas-batas kesopanan dan akhlak karimah.
f.
Dari segi pendidik, metode
pendidikan Islam lebih menekankan nilai-nilai keteladanan dan kebebasan
pendidik dalam menggunakan serta mengkombinasikan berbagai metode pendidikan
yang ada dalam mencapai tujuan pengajaran.
g.
Metode pendidikan Islam dalam
penerapannya berupaya menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi
terciptanya interaksi edukatif yang kondusif.
h.
Metode pendidikan Islam merupakan
usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam mencapai tujuannya secara
efektif dan efisien.[7]
C.
Beberapa Macam Metode Pengajaran
1. Metode Ceramah (Preaching
Method)
Metode ceramah adalah cara penyampaian informasi melalui penuturan secara
lisan oleh pendidik kepada peserta didik. Prinsip dasar metode ini terdapat di
dalam Al Qur’an :
فَلَمَّآ
أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي اْلأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ، يَاأَيُّهَا
النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
ثُمَّ إِلَيْنَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Maka tatkala Allah menyelamatkan
mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang
benar. Hai manusia, Sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu
sendiri (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian
kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan (Q.S. Yunus : 23)
Metode ceramah dapat dikatakan sebagai
satu-satunya metode yang ekonomis untuk menyampaikan informasi. Namun demikian,
ada beberapa kelemahan untuk metode ini:
a. Membuat siswa pasif.
b. Mengandung unsure paksaan
terhadap siswa.
c. Membendung daya kritis
siswa.
d. Membosankan.
e. Sukar mengontrol sejauh mana
pemerolehan belajar anak didik.[8]
2. Metode Diskusi (Disscussion
Method)
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran
dimana pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik/membicarakan dan
menganalisis secara ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau
menyusun berbagai alternatif pemecahan atas sesuatu masalah. Muhibbin syah
mendefinisikan metode ini sebagai metode mengajar yang erat hubungannya dengan
memecahkan masalah (problem solving).
Prinsip dasar metode ini terdapat dalam Al Qur’an Surat As-shafat: 20-23
yang berbunyi:
وَقَالُوا
يَاوَيْلَنَا هَذَا يَوْمُ الدِّينِ هَذَا يَوْمُ الْفَصْلِ الَّذِي كُنتُم بِهِ
تُكَذِّبُونَ احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ
وَمَاكَانُوا يَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللهِ فَاهْدُوهُمْ إِلَى صِرَاطِ
الْجَحِيمِ
Dan mereka berkata: ”Aduhai celakalah
kita!” Inilah hari pembalasan. Inilah hari keputusan yang kamu selalu
mendustakannya (kepada Malaikat diperintahkan): “Kumpulkanlah orang-orang yang
zalim beserta teman sejawat mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka
sembah, Selain Allah; Maka tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. (Q.S. As-shafat
: 20-23)
Manfaat dari metode ini adalah:
a.
Mendorong siswa berpikir
kritis.
b.
Mendorong siswa
mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
c.
Siswa dapat menyumbangkan
buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama.
d.
Menyadarkan anak didik
bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan.
Sedangkan kekurangan metode ini adalah:
a. Tidak dapat dipakai
dalam kelompok yang besar.
b. Dapat dikuasai oleh
orang-orang yang suka berbicara.
3. Metode Demonstrasi (Demonstration
Method)
Metode demontrasi adalah suatu cara mengajar dimana
guru mempertunjukan tentang proses sesuatu, atau pelaksanaan sesuatu sedangkan
murid memperhatikannya. Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang artinya:
Hadits dari Muhammad ibn Muşanna, katanya hadits
dari Abdul Wahhâb katanya Ayyũb dari Abi Qilâbah katanya hadits dari Mâlik. Kami mendatangi Rasulullah saw. dan kami pemuda
yang sebaya. Kami tinggal bersama beliau selama (dua puluh malam) 20 malam.
Rasulullah saw adalah seorang yang penyayang dan memiliki sifat lembut. Ketika
beliau menduga kami ingin pulang dan rindu pada keluarga, beliau menanyakan tentang orang-orang yang kami tinggalkan dan
kami memberitahukannya.
Beliau bersabda; kembalilah bersama keluargamu dan tinggallah bersama
mereka, ajarilah mereka dan suruhlah mereka. Beliau menyebutkan hal-hal yang
saya hapal dan yang saya tidak hapal. Dan shalatlah sebagaimana kalian melihat aku shalat. (al-Bukhari, I: 226)
4. Metode Ceramah Plus
Metode
ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode,
yaitu metode ceramah dengan lainnya[9].
Kurang lebih ada tiga macam metode ceramah plus, diantaranya:
f. Metode Ceramah Plus Tanya
jawab dan Tugas (CPTT). Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara
ceramah dengan Tanya jawab dan pemberian tugas. Metode campuran ini idealnya
dilakukan secara tertib.
g. Metode Ceramah Plus
Diskusi dan Tugas (CPDT). Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan
urutan pengkombinasiannya.
h. Metode Ceramah Plus
Demonstrasi dan Latihan (CPDL). Metode ini merupakan kombinasi antara kegiatan
menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill).
5. Metode Resitasi (Recitation
Method)
Metode
resitasi adalah suatu metode mengajar yang mengharuskan siswa membuat resume
dengan kalimat sendiri. Ada beberapa kelebihan metode ini, diantaranya:
a. Pengetahuan yang
diperoleh anak didik dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
b. Anak didik berkesempatan
memupuk perkembangan dan keberanian mengambil insiatif, bertanggungjawab dan
berdiri sendiri.
Selain
memiliki kelebihan, metode ini juga mempunyai kelemahan, antara lain:
a. Terkadang anak didik
melakukan penipuan dengan hanya meniru hasil pekerjaan temannya tanpa mau
bersusah payah mengerjakan sendiri.
b. Terkadang tugas
dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas
yang memenuhi perbedaan individual.
6. Metode Percobaan (Experimental
Method)
Suatu cara mengajar dengan meminta murid melakukan suatu percobaan, dan
setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap murid, sedangkan guru
memperhatikan yang dilakukan oleh murid sambil memberikan arahan. Prinsip dasar
metode ini ada dalam hadits yang artinya:
Hadits Adam, katanya hadits Syu’bah ibn Abdurrahmân
ibn Abzâ dari ayahnya, katanya seorang laki-laki datang kepada Umar ibn
Khattâb, maka katanya saya sedang janabat dan tidak menemukan air, kata Ammar
ibn Yasir kepada Umar ibn Khattâb, tidakkah anda ingat ketika saya dan anda
dalam sebuah perjalanan, ketika itu anda belum shalat, sedangkan saya
berguling-guling di tanah, kemudian saya shalat. Saya menceritakannya kepada Rasul saw. kemudian Rasulullah saw. bersabda: ”Sebenarnya
anda cukup begini”. Rasul memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah dan
meniupnya kemudian mengusapkan keduanya pada wajah. (al-Bukhari, I: 129).
7. Metode Karya wisata (Excursion/Outing)
Karya
wisata adalah metode mengajar yang dilaksanakan dengan mengajak siswa ke suatu
tempat atau objek tertentu diluar sekolah untuk mempelajari atau menyelidiki
sesuatu, seperti meninjau pabrik sepatu, bengkel mabil, toko serba ada dan
sebagainya.
Kelebihan
metode ini adalah[10]:
a. Siswa dapat
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan yang dilakukan oleh para petugas pada
objek karya wisata tersebut.
b. Dalam kesempatan ini, siswa
dapat bertanya jawab, menemukan sumber informasi yang pertama untuk memecahkan
segala persoalan yang dihadapi.
c. Pengajaran dapat lebih
merangsang kreativitas anak.
Kekurangan
metode ini, diantaranya:
a. Memerlukan persiapan
yang melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan
dengan persiapan yang matang.
c. Dalam metode ini, unsure
rekreasinya sering menjadi prioritas dan unsure studinya terabaikan.
8. Metode Discovery
Salah satu metode mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan adalah
metode discovery. Metode ini merupakan suatu cara untuk mengembangkan
cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka
hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan siswa. Metode ini
memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a.
Membantu siswa mengembangkan atau memperbanyak persediaan dan penguasaan
keterampilan dan proses kognitif siswa.
b.
Pengetahuan diperoleh dari strategi ini bersifat sangat pribadi dan
mungkin merupakan suatu pengetahuan yang kukuh.
c.
Membantu perkembangan siswa pada skeptisisme yang sehat untuk menemukan
kebenaran akhir yang mutlak.
Sedangkan
kekurangan dari metode ini adalah:
a. Metode ini kurang
berhasil untuk mengajar kelas besar.
b. Siswa yang lebih pandai
mungkin akan memonopoli penemuan dan akan menimbulkan frustasi pada siswa yang
lain.
c. Dalam beberapa ilmu,
fasilitas yang digunakan untuk mencoba ide-ide mungkin tidak ada.
9. Metode Inquiry
Metode
inquiry adalah metode yang mampu menggiring peserta didik untuk menyadari apa
yang telah didapatkan selama belajar. Inquiry
pada dasarnya adalah cara menyadari apa yang telah dialami. Karena itu inquiry
menuntut peserta didik berfikir. Metode ini melibatkan mereka dalam kegiatan
intelektual. Metode ini menuntut peserta didik memproses pengalaman belajar
menjadi suatu yang bermakna dalam kehidupan nyata[11]. Dengan demikian, melalui
metode ini peserta didik dibiasakan untuk produktif, analitis dan kritis.
Teknik inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :
a.
Dapat
membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat
mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.
b.
Membantu
dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c.
mendorong
siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur,
obyektif dan terbuka.
10.
Metode Targhib dan Tarhib
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi pembelajaran dengan
menggunakan ganjaran terhadap kebaikan dan hukuman terhadap keburukan agar
peserta didik melakukan kebaikan dan menjauhi keburukan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang artinya:
Hadits Abdul Aziz ibn
Abdillah katanya menyampaikan padaku Sulaiman dari Umar ibn Abi Umar dari Sâ’id
ibn Abi Sa’id al-Makbârî dari Abu Hurairah, ia berkata: Ya Rasulullah, siapakah
yang paling bahagia mendapat syafa’atmu pada hari kiamat?, Rasulullah saw
bersabda: Saya sudah menyangka, wahai Abu Hurairah, bahwa tidak ada yang
bertanya tentang hadits
ini seorangpun yang mendahului mu, karena saya melihat semangatmu untuk hadits. Orang yang paling bahagia dengan syafaatku
ada hari Kiamat adalah orang yang mengucapkan ”Lâilaha illa Allah” dengan
ikhlas dari hatinya atau dari dirinya.(al-Bukhari, t.t, I: 49)
Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting, pendidikan yang terlalu
lunak akan membentuk pelajar kurang disiplin dan tidak mempunyai keteguhan
hati. Sanksi tersebut dapat dilakukan dengan tahapan sebagai berikut, dengan
teguran, kemudian diasingkan dan terakhir dipukul dalam arti tidak untuk
menyakiti tetapi untuk mendidik. Kemudian dalam menerapkan sanksi fisik
hendaknya dihindari kalau tidak memungkinkan, hindari memukul wajah, memukul
sekedarnya saja dengan tujuan mendidik, bukan balas dendam.
11.
Metode pengulangan (Repeating/tikror)
Yaitu cara mengajar dimana guru memberikan materi ajar dengan cara
mengulang-ngulang materi tersebut dengan harapan siswa bisa mengingat lebih
lama materi yang disampaikan.
Prinsip dasarnya terdapat dalam hadits yang artinya:
Hadits Musaddad ibn
Musarhad hadits Yahya dari Bahzâ ibn Hâkim, katanya hadits dari ayahnya katanya
ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Celakalah bagi orang yang berbicara dan
berdusta agar orang-orang tertawa. Kecelakaan baginya, kecelakaan baginya.
(As-Sijistani, t.t, II: 716).
Satu proses yang penting dalam pembelajaran adalah pengulangan/latihan atau
praktek yang diulang-ulang. Baik latihan mental dimana seseorang membayangkan
dirinya melakukan perbuatan tertentu maupun latihan motorik yaitu melakukan
perbuatan secara nyata merupakan alat-alat bantu ingatan yang penting. Latihan
mental, mengaktifkan orang yang belajar untuk membayangkan kejadian-kejadian
yang sudah tidak ada untuk berikutnya bayangan-bayangan ini membimbing latihan
motorik. Proses pengulangan juga dipengaruhi oleh taraf perkembangan seseorang.
Kemampuan melukiskan tingkah laku dan kecakapan membuat model menjadi kode verbal
atau kode visual mempermudah pengulangan. Metode pengulangan dilakukan
Rasulullah saw. ketika menjelaskan sesuatu yang penting untuk diingat para
sahabat.
12.
Metode Perumpamaan (Amtsal)
Yaitu cara mengajar dimana guru menyampaikan materi pembelajaran melalui
contoh atau perumpamaan. Prinsip metode ini terdapat dalam Al Qur’an:
مَثَلُهُمْ
كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا فَلَمَّآ أَضَاءَتْ مَا حَوْلَهُ ذَهَبَ
اللَّهُ بِنُورِهِمْ وَتَرَكَهُمْ فِي ظُلُمَاتٍ لاَّ يُبْصِرُونَ
Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api Maka setelah api itu
menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat. (Q.S. Albaqarah : 17)
Perumpamaan
dilakukan oleh Rasul saw. sebagai satu metode pembelajaran untuk memberikan
pemahaman kepada sahabat, sehingga materi pelajaran dapat dicerna dengan baik.
Matode ini dilakukan dengan cara menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain,
mendekatkan sesuatu yang abstrak dengan yang lebih konkrit. Perumpamaan yang
digunakan oleh Rasulullah saw. sebagai satu metode pembelajaran selalu syarat
dengan makna, sehinga benar-benar dapat membawa sesuatu yang abstrak kepada
yang konkrit atau menjadikan sesuatu yang masih samar dalam makna menjadi
sesuatu yang sangat jelas.
D.
Metode Edutainment
1. Pengertian Edutainment
Edutainment, singkatan dari dua kata, education yang berarti pendidikan atau
pengajaran
dan
entertainment, artinya hiburan. Jadi menurut tinjauan arti
bahasa, Edutainment mengungkapkan pengertian
pembelajaran yang
menyenangkan. Sedangkan dari segi
terminologi, edutainment as a form of entertainment that is designed to be educational.
Jadi, edutainment bisa didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang di design dengan memadukan antara muatan pendidikan dan
hiburan secara harmonis, sehingga
aktifitas
pembelajaran
berlangsung
secara menyenangkan.[12]
Biasanya jika
seseorang senang terhadap sesuatu apapun itu, dengan
dasar
menyenangkan itu
maka anak didik akan
cenderung
untuk lebih menyesuaikan dan mengikuti apapun yang dapat dia perbuat
untuk hal yang
dia senangi. Jika anak didik sudah belajar atas dasar senang,
maka perhatian anak terhadap pelajaran akan lebih terfokus dan lebih tinggi. Selain itu juga
proses belajar yang menyenangkan akan membentuk suatu motivasi sendiri bagi diri anak didik, yang nantinya akan menghasilkan produk belajar yang berkualitas.
Berkaitan dengan pembelajaran menyenangkan
Hamruni membaginya
menjadi sembilan bagian
yang disandarkan pada Rasulullah yakni:
1)
Memberikan
kemudahan
dan suasana gembira
2)
Menciptakan suasana belajar yang kondusif
3)
Menarik minat
4)
Menyajikan materi yang relevan
5)
Melibatkan emosi positif dalam pembelajaran
6)
Melibatkan
semua indera
dan pikiran
7)
Menyesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa
8)
Memberikan pengalaman sukses dan
9)
Merayakan hasil.
2. Teori-teori Edutainment
Sistem
pembelajaran yang ditawarkan
dalam model Edutainment adalah bahwa pembelajaran
yang memiliki unsur hiburan dan bisa membuat siswa merasakan perasaan senang adalah konsep
dasar
dari edutainment itu
sendiri. Membuat
siswa
senang terlebih dahulu. Pertanyaannya sekarang adalah
bagaimana dengan pembelajaran-pembelajaran
yang ditawarkan
oleh
teori-teori lain? Mari
kita
ambil
dua
contoh perbedaan
yang
cukup
kontras
dengan system yang ditawarkan oleh
edutainment seperti teori filsafat esensialisme dan
perenialisme. Untuk lebih
jelasnya melihat perbedaannya:
·
Esensialisme
Esensialisme muncul pada zaman Renaissans, dengan ciri utamanya yang berbeda dengan progresivisme. Perbedaan ini
terutama dalam memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada ketertarikan dengan doktrin tertentu. Bagi
esensialisme, pendidikan yang berpijak pada
dasar pandangan itu mudah goyah dan kurang terarah. Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.[13]
·
Perenialisme
Perenialisme diambil dari kata perennial, yang dalam Oxford Advanced learner’s Dictionary of Current English diartikan sebagai “continuing
throughout the whole year” atau “lasting for a very long time” – abadi atau kekal. Dari makna yang terkandung dalam kata itu aliran perennialisme mengandung kepercayaan filsafat
yang berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat
kekal abadi, dan
dalam hal pendidikan aliran perennialisme cenderung menganggap pendidikan pada zaman lampau
penting,
kekal
dan
cukup ideal
serta
teruji ketangguhannya. Oleh karenanya
menurut
aliran perenialisme pendidikan hendaknya dikembalikan pada model-model
pendidikan
yang berkembang di zaman yang telah lampau atau dulu. Begitupun juga pada keadaan pendidikan
saat ini apakah itu pendidikan sosial, atau yang lainnya dan bahkan pendidikan bahasa sekalipun.
Berkaitan dengan metode, penulis memberi sedikit gambaran
mengenai
metode ataupun teori-teori yang dapat mendukung terjadinya proses pembelajaran yang menyenangkan (edutainment)
adapun teori-teori itu antara lain:
a. Teori Pembelajaran Aktif
(Active Learning Theory)
What I hear, I forget. What I
hear and see, I remember a little. What I hear, see, and ask question about or discuss with someone else, I begin to understand. What I hear, see, discuss, and do, I acquire
knowledge and skill. What I teach to another, I master.
“apa yang saya dengar saya lupa, apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit, apa yang saya dengar, lihat
dan tanyakan atau diskusikan dengan
beberapa kolega/teman saya mulai
paham, apa yang saya dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya
memperoleh pengetahuan dan ketrampilan,
Apa yang saya
ajarkan pada orang lain, saya menguasainya”[14]
b. Teori Belajar Akselerasi
(The Accelerated Learning Theory)
Teori belajar akselerasi menyatakan bahwa pembelajaran itu harus dirancang agar berlangsung secara cepat, menyenangkan, dan memuaskan[15]. Seperti yang
dikutip Hamruni, dalam
buku
The Learning Revolution karya Gordon &
Jeannette dikatakan mengenai konsep pembelajaran
akselerasi ini diklasifikasikan
menjadi empat model
belajar yang saling terkait satu sama lain, yaitu:
a.
|
Somatic
|
:
|
Learning by moving and doing
|
b.
|
Auditory
|
:
|
Learning by talking and hearing.
|
c.
|
Visual
|
:
|
Learning by observing and picturing.
|
d.
|
Intellectual
|
:
|
Learning by problem solving and reflecting.
|
Teori akselerasi ini juga memiliki
hal lain yang
tidak hanya memunculkan rasa senang dan puas akan tetapi teori akselerasi ini juga dapat mengembangkan IQ. Dalam percepatan pembelajaran ini
kita akan belajar bagaimana cara belajar (learn how to learn). Termasuk dalam kategori ini
adalah belajar cara membaca cepat dan paham, menghafal cepat, optimalisasi
otak kiri-kanan, sadar bawah sadar dan aplikasi lapisan otak.
c. Teori Belajar Quantum (Quantum
Learning Theory)
Asas utama
dalam Quantum Teaching
bersandar pada
konsep:
Bawalah Dunia Mereka ke Dunia
Kita, dan Antarkan Dunia Kita ke Dunia Mereka.
Prinsip-prinsip dalam Quantum Teaching:
1)
Segalanya Berbicara
2) Segalanya Bertujuan
3) Pengalaman sebelum Pemberian
Nama
4) Akui Setiap Usaha
5) Jika Layak Dipelajari, Maka Layak Pula Dirayakan!
Selain itu juga
pembelajaran quantum memiliki pendekatan yang berazaskan pada sistem modalitas siswa yang terbagi dalam tiga modalitas, yakni modalitas visual,
auditorial, dan kinestetik.
Konsep modalitas dalam belajar (1) modalitas visual “melalui apa
yang dilihat”,
(2) Auditorial “melalui
apa yang didengar”, (3) Kinestetik
“belajar lewat gerak dan sentuhan”.
d. Teori Belajar dengan
bekerjasama (Cooperative Learning Theory)
Lima unsur model cooperative learning yang harus
diterapkan, yakni adanya: saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota,
dan evaluasi proses
kelompok.[16]
Model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya
dengan pembagian
kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model
cooperative learning dengan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
e. Konsep Free-Risk
Environment (Lingkungan Belajar Bebas Resiko)
Dalam pembelajaran anak
diberi kesempatan
untuk
membuat kesalahan sebanyak-banyaknya dengan catatan mereka mau dan berani mencoba untuk mempelajari
materi yang ada.
Inti dalam
teori
ini
adalah menciptakan lingkungan
(belajar)
yang relaks dan tidak menimbulkan stres berlebihan, lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan (free-risk-environment), namun memberikan harapan untuk sukses yang tinggi.
f. Konsep AMBAK (Apa Manfaatnya BAgi Ku?)
Dalam konsep ini seorang guru harus bias membuat suatu konsep pembelajaran yang dapat membuat anak didik tidak merasa rugi
ketika
mengikuti proses belajar mengajar, oleh karenanya guru harus
bisa memunculkan manfaat-manfaat
yang akan
didapatkan anak
didik ketika belajar baik itu sisfatnya khusus/pribadi maupun umum terhadap
siswa/anak didik
keseluruhan
sebagai
stimulus motivasi belajar
mereka. Hamruni mengungkapkan Segala sesuatu harus
menjanjikan manfaat
pribadi, bila tidak bisa
saja seseorang merasa tak mempunyai motivasi untuk melakukannya.
g. Teori Kecerdasan Majemuk
(Multiple Intelligences)
Adalah
teori yang menjelaskan
mengenai kemajemukan kecerdasan yang mungkin sekali dimiliki oleh setiap siswa dan
orang, karena tidak menutup kemungkinan bahwa setiap siswa/orang memiliki multi-talent dan Multiple Intelligences
meskipun dengan
catatan
tidak semua memiliki
derajat
kecerdasan
dan
talenta yang sama dan
beragam. Howard Gardner
mengemukakan teori
Multiple Intelligences ini dalam bukunya, Frame Of Mind.
Teori ini menjelaskan beragam kecerdasan otak, meliputi: kecerdasan verbal//linguistik, musikal/ritmis, logis/matematis,
visual/spasial, jasmaniyah/kinestetik, intra-personal, interpersonal, dan naturalis.
Kecenderungan kecerdasan siswa
mempengaruhi gaya belajar
siswa tersebut. Siswa yang mempunyai kecerdasan bahasa yang
menonjol akan lebih mudah belajar dengan berbicara, menulis, atau
berdiskusi. Siswa yang memiliki kecerdasan tubuh-kinestika yang
menonjol akan lebih mudah
belajar dengan praktik langsung. Siswa
yang memiliki
kecerdasan visual-spasial
yang menonjol akan lebih mudah
belajar jika meng-gunakan gambar
atau grafik.
Kecerdasan yang
dimiliki oleh siswa merupakan kelebihan yang
dimiliki oleh siswa
tersebut. Oleh karena
itu
pembelajaran yang
dilakukan harus sesuai dengan kecenderungan kecerdasan yang
dimiliki
oleh siswa.
Dalam
bukunya, Chatib[17]
menyatakan bahwa ketika ditarik ke
dunia pendidikan maka Multiple Intelligences
menjadi sebuah strategi pembelajaran. Strategi Multiple Intelligences dapat digunakan
untuk materi apapun dalam semua bidang
studi. Strategi ini dapat menampung semua metodologi
pembelajaran. Inti strategi Multiple Intelligences adalah cara guru mengemas gaya
mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti oleh siswanya. Dengan kata lain, guru perlu menyesuaikan gaya mengajarnya dengan gaya belajar siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.
Metode secara umum adalah cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.
2.
Metode merupakan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Alat itu mempunyai sifat ganda, yaitu bersifat polipragmatis dan monopragmatis.
Polipragmatis, bilamana metode itu mengandung kegunaan yang serba ganda (multi-purpose).
Misalnya, suatu metode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat
dipergunakan untuk merusak, dan pada situasi dan kondisi yang lain dapat
dipergunakan untuk memperbaiki dan membangun. Sedangkan monopragmatis
adalah alat yang hanya dapat dipergunakan untuk mencapai satu macam tujuan.
Misalnya, laboratorium ilmu alam, hanya dapat dipergunakan untuk
eksperimen-eksperimen bidang ilmu alam, tidak dapat dipergunakan untuk
eksperimen bidang ilmu lain.
3.
Bila dihubungkan dengan pendidikan Islam maka metode dapat diartikan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama
pada diri seseorang sehingga dapat terlihat dalam pribadi objek sasaran, yaitu
pribadi Islami atau karakter
islami. Selain itu metode pendidikan
Islam dapat diartikan sebagai cara untuk memahami, manggali dan mengembangkan
ajaran Islam, sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
4.
Metode Edutainment mengungkapkan pengertian pembelajaran yang menyenangkan.
Edutainment sebagai proses pembelajaran yang di design
dengan memadukan antara muatan pendidikan dan
hiburan secara harmonis, sehingga
aktifitas
pembelajaran
berlangsung
secara menyenangkan.
5.
Bisa membuat siswa merasakan perasaan senang ketika belajar adalah konsep dasar dari
edutainment
itu sendiri.
B. Penutup dan Saran
Setiap metode yang
dipaparkan mempuyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dari banyaknya
“kelebihan” atau “kekurangan” tersebut seorang pengajar atau guru dapat
memaksimalisasikan kelebihan yang ada dan meminimalisasikan segi-segi negatif
dari metode-metode tersebut. Sebagus apapun sebuah metode pengajaran tetaplah
bergantung pada semangat seorang guru untuk mensukseskan pengajaran dengan
metode tertentu atau pun juga menggagalkannya.
Untuk yang terakhir, At-Thariiqatu
ahammu minal maadati, Wal Mudarrisu ahammu minat Thariiqati, Wa Ruuhul Mudarrisi ahammu min
kulli syaiin. Metode
lebih penting daripada materi yang disampaikan, Seorang pendidik (guru) lebih
penting daripada metode itu sendiri, tapi Semangat dan kreatifitas guru lebih
penting dari semuanya. Wallahu a’la wa a’lamu bisshowab.
DAFTAR
PUSTAKA
Ma’mur Asmani, Jamal. 2010. Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif
dan Inovatif. Jogjakarta: Divapress.
Ramayulis,
2008. Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
Jalaluddin dan Usman Said, 1994. Filsafat
Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan pemikirannya, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada.
Nizar, Samsul. 2002. Filsafat
Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta:
Ciputat Pers.
Al-Syaibany, Omar Mohammad
Al-Thoumy, 1979. Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan
Lalunggung, Jakarta:Bulan Bintang.
Hamruni, 2009. Edutainment
dalam Pendidikan
Islam &
Teori-teori
Pembelajaran Quantum, cet ke-2. Yogyakarta: Fak Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga.
Zuhairini,
1984. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Silberman, Mel,
2009.
Active Learning “101 Strategi Pembelajaran Aktif”, cet ke-6 . Yogyakarta: Pustaka Insani Madani.
Chatib, Munif. 2011. Sekolahnya
Manusia. Cet. IX. Bandung: Penerbit Kaifa – PT. Mizan Pustaka
[1]
Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam,
(Jakarta : Kalam Mulia, 2008), Hlm. 2-3.
[2]
http://artikata.com/arti-116334-method.html
[3] Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat
Pendidikan Islam, Konsep dan Perkembangan pemikirannya, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 1994), Hlm. 52-53.
[4] Nizar, Samsul.
Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,
(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Hlm. 67.
[5]
Nizar,
Samsul. Filsafat Pendidikan Islam…”, Hlm. 32
[6]
Al-Syaibany, Omar Mohammad Al-Thoumy. Falsafah
Pendidikan Islam, Terjemahan Hasan Lalunggung, (Jakarta:Bulan Bintang,
1979), Hlm. 53.
[7]
Nizar,
Samsul, Filsafat Pendidikan Islam…”, Hlm. 70-71
[8]
Ma’mur Asmani, Jamal. Tips Menjadi
Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif. (Jogjakarta: Divapress. 2010), Hlm.
139-140
[9]
Ma’mur Asmani, Jamal. Tips Menjadi
Guru Inspiratif. Hlm. 143-144
[10]
Ma’mur Asmani, Jamal. Tips Menjadi
Guru Inspiratif. Hlm. 151
[11]
Ma’mur Asmani, Jamal. Tips Menjadi
Guru Inspiratif. Hlm. 159
[12]
Hamruni,
Edutainment dalam Pendidikan Islam &
Teori-teori Pembelajaran Quantum, cet ke-2 (Yogyakarta: Fak Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga,2009), Hlm. 29
[13]
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 1984), Hlm. 25
[14]
Silberman , Mel.
Active Learning
“101
Strategi
Pembelajaran
Aktif”,
cet ke-6 (Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2009), Hlm. 1-2
[15] Hamruni, Edutainment dalam Pendidikan Islam.
Hlm. 29
[16] Hamruni, Edutainment dalam Pendidikan Islam.
Hlm. 32
[17]
Chatib, Munif. Sekolahnya Manusia.
Cet. IX. (Bandung: Penerbit Kaifa – PT. Mizan Pustaka, 2011), Hlm: 108
Barakallahu fi 'ilmika ya syaikh...
ReplyDeleteKangen ketemu Akh Anam.. :)