Dari Kitab Mukhtarul Ahadits
Hadits No. 19
Firasat Orang Beriman
إِتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
(رواه الترمذى)
Ittaquu podo wediyo/waspodo o siro kabeh, firasatal mukmin ing firasate wong kang Iman temenan, Fainnahu setuhune wong mukmin (kang diwenehi firasat mau), iku Yandzuru ningali sopo mukmin, binuurillahi kelawan Nur-nya Allah, oleh hidayah saking Allah.
Takutlah/waspadalah terhadap firasat seorang Mukmin, sesungguhnya dia memandang dengan cahaya Allah.” (HR Tirmidzi)
Penjelasan:
Apabila seorang mukmin dekat dengan Allah swt., dan setiap detik ia selalu mengingat-Nya, maka Allah pun dekat dan selalu mengingatnya. Manakala seseorang telah mencapai derajat ini, maka ia dapat melihat dengan Nur Allah. Firasat adalah perasaan atau gerakan hati atau batin yang benar dan tepat karena mendapat bimbingan dari Allah. Bimbingan itu oleh Allah diletakkan di hati orang mukmin yang bersih dan jernih.
Sedangkan Nur (cahaya) Allah itu dinamakan “Bashirah” (penglihatan batin atau mata batin). Bashirah itu akan memancarkan ilmu yang disebut dengan “Firasat”. Ilmu tersebut akan terpancar di hati mukmin yang bersih dan jernih karena banyak berdzikir atau banyak berfikir. Ilmu itu terkadang disebut “Kasyaf” (tersingkapnya hijab), yang terkadang disebut “Mukasyafah”, pelakunya disebut “Mukasyaf” (orang yang hatinya dapat melihat hal yang ghaib).
Melalui hadits ini, Nabi Saw menjelaskan bahwa firasat orang-orang yang beriman itu benar adanya dan bukan merupakan ramalan atau dugaan, karena sesungguhnya ia melihat dengan bantuan Nur Allah swt. Dalam sebuah hadits qudsiy disebutkan, “Maka penglihatan-KU adalah penglihatannya; ia dapat melihat dengan penglihatan-KU”.
Sebagai contoh adalah ketika Imam Syafii bersama teman dan sekaligus gurunya, Imam Muhammad bin Al-Hasan As-Syaibani, sedang beristirahat di Al-Masjid Al-Haram seusai melakukan umroh. Pada saat bersamaan datanglah sesorang di bagian masjid yang tidak jauh dari tempat keduanya beristirahat. Lalu Imam Muhammad berkata dalam rangka berfirasat terhadap orang yang datang itu :
“Aku berfirasat orang ini punya pekerjaan tukang kayu”. Imam Syafii menimpali: “Aku berfirasat orang ini punya pekerjaan tukang pande besi”. Imam Muhammad berkata: “Ayo kita tanya dia, apa pekerjaannya!”. Imam Syafii: “Silahkan!”. Setelah kedua imam itu bertanya, orang itu menjawab: “Dulu saya bekerja sebagai tukang kayu, sekarang saya bekerja sebagai tukang pande besi”. Dengan demikian firasat keduanya benar, tidak ada salah satu yang salah.
Para nabi, para sahabat Nabi, para ulama, para Aulia dengan kekuatan bashirah dan ketebalan ilmu firasat dapat melihat hal-hal yang tidak dapat dilihat orang lain, karena kejernihan hati mereka. Semoga cahaya ilmu mereka mengemanasi atau melimpah kepada kita. Aamiin.
Wallahu a’lam bis showab
__________________
*Program reading hadits, one day one hadits di IIS PSM Magetan
Disarikan dari:
(1) Pengajian KH. Marzuki Mustamar
(2) Syarah Mukhtarul Ahadits oleh KH. Moch Anwar; H. Anwar Abu Bakar, Lc dan Drs. li Sufyana M. Bakri
0 komentar :
Post a Comment