Membaca dan merenungi motto Dies Maulidiyah XXII IQMA kali ini saya sedikit tertegun. Bukan sesuatu hal yang baru memang, karena saya sudah sering mendengar kalimat itu ketika masih berstatus sebagai mahasiswa. Motto itu juga digunakan oleh salah satu universitas terkemuka di Surabaya sebagai jargon dan “grand purpose” output universitas tersebut. Diluar koridor itu, kalimat tersebut adalah sebuah motto yang menurut saya bukanlah sesuatu yang sembarangan, bukanlah sesuatu yang “vernacular writing”, tapi sesuatu yang penuh dengan makna. Sebuah kesempurnaan (excellent) yang di dasari oleh moralitas (morality) yang baik dan tentu saja dengan adanya pemahaman agama yang kuat.
Excellent with Morality, sebuah motto yang apabila kita renungkan bersama, seakan-akan jauh dari gambaran kebanyakan manusia zaman sekarang, manusia-manusia yang tertipu laju waktu dalam hidupnya. Tentang kegagalan memaknai hidup yang hanya sebentar. Tentang dangkalnya keyakinan yang tidak cukup berakar. Tentang rapuhnya pendirian yang tidak berdasar. Tentang lemahnya motivasi yang mudah pudar. Sebuah kalimat yang menggambarkan manusia yang kaffah, tentang mahasiswa yang “High Quality”.
Moralitas (morality) memang sedikit berbeda dari Etika (ethics). Secara umum, moral sering diartikan sebagai nilai-nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk yang menjadi pedoman dari tindakan etika. Berbeda dengan etika yang berarti tata susila atau tata tindakan yang mengandung nilai-nilai moral. Dengan kata lain bahwa moralitas, selain berbeda, lebih bersifat mendasar dari etika. Disisi lain, Ada satu hal yang menjadi pertanyaan besar ketika kita sudah memahami makna motto tersebut. Siapakah yang mempunyai wewenang untuk mengatakan bahwa seseorang itu adalah orang yang excellent dan juga bermoral? Paling tidak, setiap dari kita mempunyai hak untuk menyebut seseorang adalah orang yang excellent with morality, tentunya dengan adanya beberapa pertimbangan. Pertimbangan dari sudut pandang kita masing-masing.
Lebih jauh lagi, terdapat dua sisi yang berbeda dari kalimat ini, excellent itu sendiri dan morality sebagai “nilai plus” atas kesempurnaan seseorang. Tentu kita sepakat bahwa yang dimaksud dengan excellent adalah berdasar atas etos kerja dan juga nilai akademik –jika kita berbicara tentang mahasiswa secara luas– seseorang. Kemampuan mengatur waktu antara kuliah dan berorganisasi secara proporsional, melaksanakan tanggungjawab yang telah diamanahkan kepadanya dan menyelesikannya dengan semaksimal mungkin serta mampu bersaing dalam dunia pendidikan dalam kampusnya. Seseorang akan dikatakan excellent jika ia sudah bisa melaksanankan tugasnya sebagai mahasiswa pada umumnya, bahkan lebih. Kesemuanya itu akan lebih sempurna ketika mereka melatih diri untuk mengembangkan soft skill mereka sehingga mempunyai nilai plus yang lain, moralitas.
Masalah moral adalah masalah kemanusiaan. Moralitas mahasiswa merupakan unsur terpenting dalam proses sejauh mana mahasiswa dapat mem-filter pengaruh buruk yang dapat merusak dan memerosotkan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Sejauh ini, telah terjadi pergeseran nilai hidup dari sebagian mahasiswa dari menuntut ilmu dan berkarya menjadi “menikmati hidup” dan “menikmati karya”. Dengan kata lain, kurangnya internalisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi dikalangan mahasiswa itu sendiri. Akibatnya, mahasiswa lebih suka berdemo dan tidak jarang pula melakukan hal-hal yang anarkis daripada berkarya untuk dapat mengatasi tantangan yang dapat berguna bagi rakyat.
Disisi lain, bicara mengenai moral, agama mempunyai hubungan yang erat dengan moralitas. Motivasi terpenting dan terkuat dari perilaku moral seseorang adalah agama. Ketika pemahaman agama kita kuat, maka kemungkinan besar perilaku moral kita akan lebih baik, vice versa. Ketika kita bicara mengenai moral atau etika dalam agama maka pengertiannya sama dengan akhlak. Mengapa akhlak sangat penting dalam ajaran agama? Bahkan dalam Islam, terdapat tiga ajaran pokok yang diantaranya adalah Akhlak setelah Aqidah dan Syari’ah. Karena tanpa akhlak, manusia bukanlah “manusia”, seseorang yang disebut excellent –tanpa akhlak– pada dasarnya hanyalah sesuatu yang tidak bisa dibanggakan. Itulah kenapa selain excellent dalam pendidikan, mahasiswa diharapkan untuk melatih soft skill mereka dengan cara berorganisasi, melakukan kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan dengan orang lain. Bahkan dalam dunia kerja, seseorang dinilai bukan hanya dari sisi akademiknya saja melainkan juga dari sisi moral seperti etika, attitude dan semangat kerja. Kesempurnaan nilai akademik bukanlah jaminan ketika attitude seseorang tidak diperhatikan.
Excellent dan Morality adalah bagaikan dua sisi mata uang yang saling melengkapi. Excellent dan morality adalah (juga) seperti halnya diri kita yang terdiri dari dua unsur, jasmani (excellent) dan Ruhani (morality). Jasmani tanpa ruhani seperti halnya mayat, tidak berguna tanpa adanya ruh. Sedangkan Ruhani saja tanpa jasmani tidak kelihatan apa-apa yang berarti juga bukan apa-apa. Moralitas adalah nilai plus seseorang, tapi sebagai seorang mahasiswa kita juga diharuskan untuk menjadi excellent.
Sekarang, apakah kita akan membiarkan diri kita ibarat mayat lantaran kita hanya mengejar kesempurnaan peran kita sebagai mahasiswa tanpa diiringi moralitas yang baik. Ataukah kita bukanlah apa-apa karena hanya mengejar satu sisi moralitas tanpa mampu bersaing dalam dunia pendidikan yang notabene sedang kita geluti bersama. Tentu kita ingin diri kita ibarat jasmani-ruhani yang sehat sehingga hidup kita seimbang dan bermanfaat, dengan begitu akan tercipta the equilibrium of life, baik di dunia dan juga –insyaAllah– di akhirat.
Untuk yang terakhir, being EXCELLENT students saudaraku, yang tentunya, alangkah lebih indah dan bermanfaat bila diimbangi WITH good MORALITY.
Semoga bermanfaat.
* Artikel bebas ini dipublikasikan di Bulettin Al-Qalam IAIN Sunan Ampel edisi Dies Maulidiyah XXII IQMA 2011
0 komentar :
Post a Comment