AHMADHIKR

Home » ; Sebuah refleksi tentang berorganisasi

Sebuah refleksi tentang berorganisasi

Written By Khoirul Anam Ahmad al-Hasyimie on 13 April 2011 | April 13, 2011



Apa yang terlintas di dalam pikiranmu ketika sebuah pertemuan penting hanya dihadiri oleh anggota yang tak lebih dari hitungan jari sebelah tangan? Apa yang terbetik di dalam hatimu, ketika hanya tiga atau empat orang yang datang untuk sebuah pertemuan rutin yang bertugas mengemban amanah yang besar? Kecewa, tentu saja. Bersedih, sudah pasti. Marah, boleh saja. Tapi putus asa? O, sungguh ! jangan dulu.

Tulisan ini hanyalah sebuah refleksi kecil dari sebuah pengalaman. Pengalaman yang mungkin bisa dibilang kurang begitu sempurna atau hanya sebagian kecil dari sekian peristiwa yang tak mungkin aku atau pun anda jalani semua. Kita tidak mungkin melebihi apa yang kita pahami dan melampaui apa yang kita alami. Tapi, bolehlah jika kita sedikit memberi sesuatu pandangan -jika tidak bisa dibilang suatu nasehat- demi perbaikan dan pengembangan menuju tempat yang lebih baik.

Sebelum berbicara lebih jauh, saya ingin bercerita mengenai sebuah riwayat tentang sahabat Ali bin abi thalib ketika beliau menjadi khalifah keempat dalam Islam. Adalah seseorang pemuda dari kaum Khawarij, kaum yang mengingkari kekhalifahan Ali, yang kecewa dan bermaksud mengkritik pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Ia berkata, “Wahai Ali, ketika Abu Bakar dan Umar menjadi Khalifah, umat Islam hidup dalam kemakmuran dan tidak ada perpecahan. Tapi kenapa, ketika engkau memerintah banyak terjadi perpecahan dikalangan umat Islam dan banyak umat Islam yang menderita?”.

Yang ingin saya tekankan dari cerita ini adalah jawaban dari Khalifah Ali bin Abi Thalib pada pemuda khawarij tersebut. Beliau menjawab, “Ya tentu saja, karena ketika Abu Bakar dan Umar radhiallahu’anhuma memerintah, umat yang mengikuti mereka adalah aku dan orang-orang sepertiku. Tapi ketika aku memerintah, umatku adalah kamu dan orang-orang sepertimu yang tidak menjaga persatuan umat dan hanya mementingkan urusan kelompok.”

Inti dari cerita diatas adalah, bahwa kesuksesan sebuah pemerintahan maupun dalam sebuah organisasi tidak hanya terlepak pada “siapa” pemimpinnya. Lebih dari itu, keberhasilannya juga terletak pada “seperti apa” rakyat yang ada dalam organisasi tersebut. Pemimpin yang sangat beruntung adalah ketika ia mempunyai anggota yang bisa diandalkan, mempunyai anggota yang mempunyai komitmen, mempunyai anggota yang mempunyai kemauan tinggi dan yang paling penting adalah mempunyai anggota yang masih memiliki “hati”.

Tulisan ini tidak berbicara mengenai pemimpin ataupun yang dipimpin secara lebih jauh, bla bla bla bla. Saya kira kita sudah menerima banyak teori tentang itu. Alangkah lebih baik jika kita langsung mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Mungkin kita semua, saya dan juga anda tentunya, pernah mendengar senior-senior kita bercerita tentang betapa pentingnya sebuah organisasi, betapa pentingnya kita untuk belajar sebanyak-banyaknya dari berbagai macam kegiatan dalam suatu organisasi.

Apa yang disampaikan senior-senior itu tidaklah salah. Bahkan menurut saya bisa dibilang 90% benar, 10% yang lain tetap kembali pada kemauan kita akan sebuah pengembangan cara berpikir. Dalam dunia kerja, pengalaman seseorang sangat dibutuhkan, terutama pengalaman dasar dari sebuah organisasi yaitu cara berkomunikasi dengan orang lain dan bagaimana kita menanggapi perbedaan yang ada. Yah, tentunya kita memang tidak bisa mengatur dan mengontrol perilaku seseorang. Tapi hal tersebut bukanlah sesuatu yang penting, yang terpenting bagi kita adalah bagaimana sikap kita atas perilaku orang tersebut. 10% hanyalah masalah bagaimana kita memandang dan menilai perilaku orang lain, 90% yang lain adalah bagaimana sikap kita, bagaimana reaksi kita untuk menanggapinya, how we react.


Share

Khoirul Anam Ahmad al-Hasyimie

Berasal dari kota kecil nan indah di lereng gunung Lawu, Magetan. Bisa dihubungi melalui email: ahmad.elmagetany@gmail.com

0 komentar :

Post a Comment